Ketua Umum PSSI Tersandung Kasus Hukum

Ketua Umum PSSI Tersandung Kasus Hukum

Ligaindonesia.asia – Sejak dinyatakan sebagai organisasi sepakbola paling penting di negara itu pada 19 April 1930, 17 tokoh telah ditetapkan sebagai Presiden Umum PSSI. Mulai dari Soeratin Sosrosoegondo hingga Joko Driyono terbaru, yang merupakan pengasuh, menggantikan Edy Rahmayadi, yang mengundurkan diri di kongres tahunan pada awal 2019.

Sejak pertama kali didirikan, PSSI kerap menimbulkan banyak kontroversi. Mulai dari keberanian PSSI untuk bertarung melawan penjajah Belanda dan Jepang, kasus-kasus yang melibatkan tim nasional di panggung internasional, hingga kekacauan internal organisasi yang belum berakhir sejak 2011.

Sebagai organisasi payung, olahraga paling populer di Indonesia, wajar jika PSSI sering menjadi fokus banyak pihak. Sepanjang sejarahnya, beberapa tokoh kontroversial telah duduk di kursi kepemimpinan PSSI.

Joko Driyono, yang saat ini bernama tersangka dalam kasus dugaan anotasi oleh Satuan Tugas Bola Anti-Mafia yang dibentuk oleh Markas Besar Umum Kepolisian Nasional, bukanlah orang pertama yang menemukan kasus hukum.

Sebelumnya, ada dua orang lain yang merupakan presiden umum PSSI yang juga harus berurusan dengan pihak berwenang. Mereka bahkan merasakan sakit di balik jeruji besi.

Selama lima tahun terakhir, nama La Nyalla Mahmud Mattalitti sangat bising bagi penggemar sepakbola Indonesia. Ia menjadi tokoh sentral dalam kasus dualisme dan kompetensi federasi dan sekarang membekukan PSSI. Daftar banyak sikap kontroversial telah aktif sebagai manajer teras di PSSI pada tahun 2011.

Sosok lelaki Makassar ini sebenarnya bukan orang baru di dunia sepakbola. Disoroti, ia adalah salah satu pendiri Yayasan Pendukung Surabaya (YSS), yang sekarang lebih dikenal sebagai Bonek YSS. Bersama enam tokoh pendukung lainnya, La Nyalla melahirkan kelompok pendukung militan ini di Surabaya pada 3 November 1994.

Setelah kelahiran YSS, nama La Nyalla tampak hilang di bumi. Ini tidak lepas dari hiruk pikuknya mengurus bisnis perekrutan yang ia perjuangkan. Karena itu, ia memilih untuk berada di belakang layar dan mempercayakan fondasinya kepada almarhum Wastomi Suheri.

Setelah tujuh tahun sejak berdirinya YSS, pada 2011 La Nyalla justru muncul lagi di dunia olahraga sebagai wakil ketua KONI Jatim era kepemimpinan Saifullah Yusuf. Dari sinilah cikal bakal La Nyalla menggeluti organisasi sepak bola.

Baca juga : Potensi pemain Persela pada liga 1 2019

Ada pun konflik Persebaya dengan PSSI era Nurdin Halid yang membuat La Nyalla terpanggil. Ia bersama pelaku sepak bola di Jawa Timur serta mayoritas klub di provinsi paling timur pulau Jawa itulah yang mendorong La Nyalla melakukan perlawanan terhadap PSSI kala itu. Ia mendirikan PSSI tandingan dengan basis di Surabaya.

Tampaknya, perlawanan yang dilakukan La Nyalla ini mengundang simpati klub-klub di Jawa Timur. Tak heran, di awal 2011 La Nyalla didorong maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Provinsi (sekarang Asosiasi Provinsi) PSSI Jatim. Ia pun terpilih sebagai Ketua Pengprov PSSI Jatim.

Perlawanan yang ia lakukan semakin getol. Bersama mayoritas voters, La Nyalla pun terus berupaya melengserkan kepengurusan PSSI era Nurdin Halid. Arus besar yang menghendaki pergantian Ketua Umum PSSI inilah yang kemudian membuat FIFA turun tangan dan membentuk Komite Normalisasi yang bertugas menggelar Kongres PSSI.

Melalui Kongres PSSI pada 9 Juli 2011 La Nyalla terpilih sebagai anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI. Namun, tak lama setelah ia menjabat sebagai anggota Exco PSSI bidang hukum, La Nyalla bersama ketiga anggota Exco lainnya, Toni Aprilani, Roberto Rouw, dan Erwin Budiawan didepak oleh Komite Etik PSSI karena dianggap melanggar kode etik.

La Nyalla pun melawan, ia bersama Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) menggelar KLB di Hotel Mercure Ancol pada 18 Maret 2012. Di forum itu, La Nyalla terpilih sebagai ketua KPSI-PSSI untuk menandingi PSSI pimpinan Djohar Arifin Husin.

Pada 2013, melalui perjanjian antara KPSI dan PSSI yang dimediasi oleh AFC, pria yang menjabat sebagai ketua ormas Pemuda Pancasila Jatim kembali masuk ke PSSI. Melalui Kongres Luar Biasa PSSI pada 17 Maret 2013, La Nyalla pun terpilih sebagai Wakil Ketua Umum PSSI.

Setelah masa kepengurusan Djohar selesai, La Nyalla maju sebagai calon Ketua Umum PSSI. Ia pun terpilih sebagai ketua umum PSSI lewat Kongres PSSI pada 17 Maret 2015 di Hotel JW Marriot, Surabaya.

Namun, hanya saat setelah ia terpilih, Menpora Imam Nahrawi menjatuhkan sanksi administratif terhadap kepengurusan PSSI pimpinan La Nyalla. Kegaduhan pun terjadi, roda organisasi yang ia pimpin lumpuh akibat hukuman tersebut.

Selain oleh Kemenpora, status PSSI juga dibekukan sejak bulan Mei 2015 oleh FIFA. Otoritas tertinggi sepak bola dunia tersebut menjatuhkan sanksi ke PSSI karena intervensi pemerintah (Kemenpora). Hal yang dinilai tabu oleh FIFA.

Selama setahun ia terpilih sebagai nakhoda PSSI, kepemimpinan La Nyalla tak berhenti digoyang prahara. Ditekan Kemenpora ia sama sekali tak takut. Hingga saat ini klub-klub anggota belum ada yang berani menggoyang kepengurusannya.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Kaamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim. Suara-suara yang menginginkan digelarnya Kongres Luar Biasa PSSI untuk mencari pemimpin baru mulai bermunculan.

Gara-gara huru hara antara pemerintah dengan La Nyalla, FIFA sempat menjatuhkan vonis pembekuan keanggotaan selama setahun lebih. Otoritas tertinggi sepak bola dunia menilai pemerintah Indonesia terlalu ikut campur dalam urusan sepak bola.

La Nyalla Mattalitti, tetap keras hati menolak mundur sekalipun jadi tersangka. Ia minta publik menghormati proses pengadilan hingga memiliki kekuatan hukum tetap. Ia secara kontroversial menuding Menpora, Imam Nahrawi, menjadi dalang penetapan status tersangka di kasus uang hibah Kadin Jatim.

La Nyalla akhirnya terpingirkan dari PSSI karena terkena penahanan oleh kepolisian. PSSI kemudian menggelar Kongres Luar Biasa dengan memunculkan Edy Rahmayadi sebagai nahkhoda baru.

Dalam persidangan pada 17 Desember 2016, La Nyalla diputus bebas. Walau divonis tak bersalah, kursi kekuasaannya di PSSI hilang.